Ads 468x60px

Saturday, January 12, 2013

BIRRUL WALIDAIN (BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA)

BIRRUL WALIDAIN
 
Di dalam al Qur’an Surah Al-Isra ayat 23-24, Allah memerintahkan manusia untuk bertauhid kepada-Nya, setelah perintah bertauhid kemudian diikuti dengan perintah berbakti kepada kedua orang tua. Hal tersebut menunjukkan bahwa Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan amalan yang sangat penting dalam islam.
"Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, "Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil" [Al-Isra : 23-24]
Perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua mungkin kurang dipahami oleh beberapa orang sehingga sering kita jumpai di masyarakat anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, tidak menghargai orang tua, melecehkan orang tua, bahkan ada yang mencaci maki dan memukul orang tuanya, na'udzubillah min dzalik. Seorang anak jika menyadari bagaimana beratnya perjuangan orang tuanya dalam mengandung, melahirkan, mengurus, memberikan nafkah, mendidik dan membesarkannya sampai dia dewasa maka sepantasnyalah untuk taat dan memenuhi hak orang tuanya, bukan justru sebaliknya.
DIANTARA BENTUK-BENTUK BERBUAT BAIK KEPADA KEDUA ORANG TUA
Tidak Membentak Kedua Orang Tua
"Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, "Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil" [Al-Isra: 23-24]
Memberi Nafkah Kepada Kedua Orang Tua
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. [Al Baqarah: 215]
Mendo'akan Orang Tua                                                           
"Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro" (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil). [al Israa’: 24]. Jika orang tua kita belum mengikuti dakwah yang haq atau masih melakukan kesyirikan serta bid’ah, maka mari kita do’akan mereka terutama pada waktu-waktu yang baik untuk berdo’a (misalnya pada saat berpuasa, hari jum’at) semoga Allah menunjuki mereka jalan yang haq.
DIANTARA BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SETELAH MEREKA MENINGGAL
Mendo’akannya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Apabila seorang hamba meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdo’a untuknya” [HR. Muslim]
 
Bersedekah Untuknya
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, “Bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak, dan saya menyangka jika seandainya dia berbicara (berwasiat), niscaya dia akan bersedekah. Bolehkah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab, Ya, bersedekahlah untuknya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Membayarkan Hutangnya
Melaksanakan Nadzarnya
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Sa’ad binUbadah Radhiyallahu ‘anhu pernah meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dia bertanya, ‘sesungguhnya ibuku meninggal dunia sementara dia memiliki kewajiban nadzar.’ Rasulullah bersabda, ‘tunaikanlah nadzar itu untuknya’.”. [HR. Bukhari]
Mengqadha’ Puasanya
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Barangsiapa yang meninggal dunia sementara dia memiliki kewajiban berpuasa, maka hendaknya walinya menggantikan puasanya.” [HR. Bukhari]
Berhaji Untuknya
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam seraya bertanya, ‘sesungguhnya ibuku pernah bernadzar untuk menunaikan haji, namun dia belum sempat berhaji hingga dia meninggal dunia. Bolehkah aku berhaji untuknya?’ Beliau menjawab, ‘Ya, tunaikanlah haji untuknya? Tunaikanlah hutang kepada Allah, sesungguhnya hak Allah lebih berhak untuk ditunaikan’.” [HR. Bukhari]
KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Sebab Dimasukkannya Seseorang ke Dalam Syurga
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Celakalah dia, celakalah dia, kemudian celakalah dia. Ditanyakan (kepada Rasulullah), “Siapa, wahai Rasulullah?” Belia menjawab, “siapa saja yang mendapati orang tuanya pada saat lanjut usia, salah satunya atau keduanya, kemudian dia tidak bisa masuk surga (karena tidak berbakti kepada keduanya).” [HR. Muslim]
Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur
Dari anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung tali silaturahim. [HR. Bukhari]
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan bahwa makna dilapangkan rizkinya adalah keberkahan padanya, sedangkan makna dipanjangkan umurnya adalah adanya kekuatan di dalam tubuh. [Fath al-Bari]
Dalam ayat-ayat Al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain.
Ridla Allah Tergantung Kepada Keridlaan Orang Tua
Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua" [HR. Bukhari]
Diantara Amal yang Paling Utama
Dari Abdullah bin Mas'ud katanya, "Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah" [HR. Bukhari dan Muslim]
            Berbakti kepada orang tua merupakan amalan yang sangat mulia, namun perlu diperhatikan bahwa bakti kepada orang tua hanyalah dalam hal yang ma’ruf, sebagaimana firman Allah, artinya: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempesekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKu-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang  telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabut: 8]
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, artinya: “Sesungguhnya ketaatan itu hanya ada pada yang ma’ruf.”[HR. Bukhari]. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, artinya: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka melakukan kemaksiatan kepada sang Khaliq.” [HR. Ahmad].
Allahu ta’ala ‘alam.
 
 
 
 

Ketika kan jadi masa lalu

Jika derita kan jadi masa lalu, mengapa mesti dijalani dengan pedih rasa, sedang ketegaran lebih indah dikenang nanti...
Jika kesedihan kan jadi masa lalu, mengapa tidak dinikmati saja, sedang ratap tangis takkan mengubah apa-apa...
Jika luka dan kecewa kan jadi masa lalu, mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa, sedang ketabahan dan kesabaran lebih utama...
Jika kebencian dan kemarahan kan jadi masa lalu, mengapa mesti diumbar sepuas jiwa, sdg menahan diri lebih berpahala...
Jika kesalahan kan jadi masa lalu, mengapa mesti tenggelam didalamnya, sedang taubat itu lebih utama...
Suatu hari nanti ketika semua telah jadi masa lalu, semoga kita berada diantara mereka yg selalu dikenang karena kebaikan masa lalu...

Friday, January 11, 2013

3 Hal


Siapa saja yang mengharapkan sesuatu, maka diisyaratkan adanya tiga hal: Pertama, menyukai apa yang diharapkan. Kedua, khawatir akan kehilangan apa yang diharapkan. Ketiga, berusaha keras untuk mendapatkannya (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah).

Allah mensifati orang-orang yang bahagia dengan ihsan, 'kebaikam dan khauf ‘kekhawatiran'. Sebaliknya, Allah justru memberi sifat orang jahat dengan keburukan dan rasa aman. Maksudnya, orang yang beramal kebaikan itu pasti bahagia, namun mereka tetap merasa khawatir, sedangkan orang-orang yang berbuat kejahatan pasti hina tetapi ia merasa. aman.

Orang-orang yang merenungkan keadaan para sahabat radhiyallahu ‘anhum tentu akan menemukan mereka dalam puncak amal dan puncak kekhawatiran, sedangkan kita semua berada pada posisi kekurangan bahkan melampaui batas, tetapi perasaan kita aman-aman saja.

Umar ibn Khathab radhiyallahu ‘anhu ketika membaca surah at-Thur dan ketika sampai pada ayat, “Sesungguhnya siksa Tuhanmu pasti terjadi", ia menangis tersedu-sedu hingga jatuh sakit dan banyak orang menengoknya. Umar berkata kepada puteranya saat menghadapi kematian, “Letakkanlah pipiku di atas tanah. Barangkali Allah menaruh belas kasih kepadaku." Lalu berkata lagi, "Celakalah kalau Allah tidak mengampuni aku."

Bila berwirid di tengah malam dan melewati suatu ayat, anak Khathab ini merasa takut lalu tinggal di rumah berhari-hari. Pada wajahnya tampak ada dua garis hitam karena menangis. Demikian berdasar penuturan Ibnu Jauzi.

Ibnu Abbas berkata kepada Umar, “Allah menjadikan kota dan negeri-negeri di bawahmu, menjadikanmu menaklukkan negeri-negeri tersebut. Allah berbuat baik kepadamu.” Mendengar hiburan tersebut, Umar masih saja merasa cemas, “Aku menginginkan selamat, bukan pahala maupun dosa.”

Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan tangisan dan kekhawatirannya. Rasa takut yang ada padanya disebabkan dua hal, yaitu panjang angan dan hawa nafsu yang diperturutkan.

Keponakan Nabi ini merenungi hakekat. La berkata, "Panjang angan akan menjadikan seseorang lupa akan akhirat, sementara hawa nafsu yang diperturutkan akan menghalangi orang dari kebenaran. Sesungguhnya dunia ini telah pergi dan akhirat telah tiba. Setiap wanita yang mempunyai  anak,hendaknya menjadikan mereka anak-anak akhirat, dan janganlah menjadikan sebagai anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah hari amal dan bukan perhitungan. Sedangkan besok adalah hari perhitungan tanpa amal."

'Khauf'


Siapa saja yang mengharapkan sesuatu, maka diisyaratkan adanya tiga hal: Pertama, menyukai apa yang diharapkan. Kedua, khawatir akan kehilangan apa yang diharapkan. Ketiga, berusaha keras untuk mendapatkannya (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah).

Allah mensifati orang-orang yang bahagia dengan ihsan, 'kebaikam dan khauf ‘kekhawatiran'. Sebaliknya, Allah justru memberi sifat orang jahat dengan keburukan dan rasa aman. Maksudnya, orang yang beramal kebaikan itu pasti bahagia, namun mereka tetap merasa khawatir, sedangkan orang-orang yang berbuat kejahatan pasti hina tetapi ia merasa. aman.

Orang-orang yang merenungkan keadaan para sahabat radhiyallahu ‘anhum tentu akan menemukan mereka dalam puncak amal dan puncak kekhawatiran, sedangkan kita semua berada pada posisi kekurangan bahkan melampaui batas, tetapi perasaan kita aman-aman saja.

Umar ibn Khathab radhiyallahu ‘anhu ketika membaca surah at-Thur dan ketika sampai pada ayat, “Sesungguhnya siksa Tuhanmu pasti terjadi", ia menangis tersedu-sedu hingga jatuh sakit dan banyak orang menengoknya. Umar berkata kepada puteranya saat menghadapi kematian, “Letakkanlah pipiku di atas tanah. Barangkali Allah menaruh belas kasih kepadaku." Lalu berkata lagi, "Celakalah kalau Allah tidak mengampuni aku."

Bila berwirid di tengah malam dan melewati suatu ayat, anak Khathab ini merasa takut lalu tinggal di rumah berhari-hari. Pada wajahnya tampak ada dua garis hitam karena menangis. Demikian berdasar penuturan Ibnu Jauzi.

Ibnu Abbas berkata kepada Umar, “Allah menjadikan kota dan negeri-negeri di bawahmu, menjadikanmu menaklukkan negeri-negeri tersebut. Allah berbuat baik kepadamu.” Mendengar hiburan tersebut, Umar masih saja merasa cemas, “Aku menginginkan selamat, bukan pahala maupun dosa.”

Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan tangisan dan kekhawatirannya. Rasa takut yang ada padanya disebabkan dua hal, yaitu panjang angan dan hawa nafsu yang diperturutkan.

Keponakan Nabi ini merenungi hakekat. La berkata, "Panjang angan akan menjadikan seseorang lupa akan akhirat, sementara hawa nafsu yang diperturutkan akan menghalangi orang dari kebenaran. Sesungguhnya dunia ini telah pergi dan akhirat telah tiba. Setiap wanita yang mempunyai  anak,hendaknya menjadikan mereka anak-anak akhirat, dan janganlah menjadikan sebagai anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah hari amal dan bukan perhitungan. Sedangkan besok adalah hari perhitungan tanpa amal."
 
untaian mutiara hikmah

 
 

Facebook

ILMU

Berilmu sebelum berkata dan beramal

Alfatih Travel

Dapatkan tiket pesawat termurah,
(semua maskapai).
0852 5531 5532 (Faisal Hardiawan)